Kamis, 24 Mei 2012

Angka Kejadian Autis 2011

A.    Latar belakang
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos = diri dan isme = paham, aliran. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri (Leo Kanner, Handojo 2003 dalam Ganda Sumekar, 2009 : 276). Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan secara komplek yang meliputi gangguan bahasa, komunikasi, prilaku, dan interaksi sosial. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial.
Gejala autis timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala gangguan perkembangn ini sudah terlihat sejak lahir. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain. Sampai saat ini  faktor penyebab belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis bersifat multifaktorial (Dr. Retno Sintowati,  2007 : 7)
Pada anak autis terjadi gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi misalnya perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada. Gangguan interaksi sosial seperti anak autis lebih suka menyendiri, pada gangguan sensori anak autis sangat sensitif terhadap sentuhan. Dalam pola bermain kurang kreatif. Perilaku anak autis dapat berlebihan ( hiper aktif ), anak autis juga terganggu dalam hal emosi seperti marah – marah tanpa alasan (Ganda Sumekara, 2009 : 279).
Menurut data dari Unesco pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang penyandang autisme di seluruh dunia. Rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia telah mengidap autisme (Citydirectory, 2011: 14 - 4). Di Amerika Serikat, autisme dimiliki oleh 11 dari 1000 orang. Di Kanada dan Jepang, pertambahan ini mencapai 40% sejak tahun 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per hari. Kepustakaan lain menyebutkan secara umum 10 -20 kasus autis diantara 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1.000 anak di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisme (Huzaemah, 2010 : 3).
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa, kota, berpendidikan, maupun tidak, serta semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Sedangkan di Indonesia yang jumlah penduduk berkisar 340 juta jiwa pada tahun 2011, perbandingannya 8 dari setiap 1000 orang. Angka ini terhitung cukup tinggi mengingat pada tahun 1989, hanya 2 orang yang diketahui mengidap autisme (Citydirectory, 2011: 14 - 4).
Di Sumatera Barat sendiri sampai saat ini belum ada data resmi tentang penderita autisme, dikarenakan kehadiran anak autis tidak menetap tiap smester. Dari hasil survei awal di salah satu sekolah luar biasa di kota Padang Panjang pada tanggal 7 Mei 2012 kepala sekolah ibu Selvia Armaida mengatakan bahwa tidak ada data statistik untuk jumlah penyandang autis di Sumatra Barat di karenakan pihak sekolah kesulitan memberikan data jumlah anak autis tersebut karena kehadiran penyandang autis tidak selalu hadir setiap semester. Di padang panjang sendiri terdapat 60 penyandang autis yang terdaftar di sekolah atau yang aktif. Tapi dari hasil dari penelusuran jumlah penyandang autis di sekolah luar biasa di wibesite dari 8 sekolah yang menangani masalah autisme pada anak terdapat jumlah penderita autisme yang ditangani di sekolah tersebut berjumlah 374 orang. Jumlah tersebut belum termasuk penyandang autis yang belum diketahui oleh dinas pendidikan (edu-doc.padang pariaman, 2011 - 12).
Survei awal di Kota solok sendiri terdapat 244 anak penyandang autis, 144 di antaranya yang konsultasi dan selebihnya tidak tercatat. Di Kota Solok sendiri terdapat 2 Yayasan pelatihan anak autis yakninya Yayasan Pelatihan Penyandang Autis (YPPA) dan sekolah autis BIMA Solok. Pada observasi awal dilakukan di YPPA Solok tanggal 27 November di YPPA Kota Solok tercatat 59 orang anak penyandang autis. 52 di antaranya yang aktif sampai saat ini. 20 orang telah dieksklusikan ke sekolah reguler. Di YPPA ini sendiri terdapat 13 guru pengajar dan 1 guru musik. Menurut kepala sekolah YPPA sendiri ibu Indrawati, Spd bahwa 80 % anak disini keterbelakangan mental. Terapi yang di terapkan pada saat ini di YPPA Kota Solok ini berupa terapi okupasi, terapi wicara, terapi bermain dan terapi musik (Kepsek Indrawati Spd,  2011).
Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara untuk menyembuhkan  autisme. Para orang tua harus hati-hati dalam memilih metode atau cara untuk menyembuhkan autisme jangan sampai terkecoh dengan iming-iming yang dijanjikan oleh orang yang menyediakan iklan yang menjanjikan untuk penyembuhan autis (Putro Agus Harnowo dalam detik Health, 2011).
Oleh karena gangguan yang di alami anak autis begitu luas, yaitu mencakup komunikasi verbal maupun non verbal serta tergangunya dalam interaksi sosial dan kontrol emosi maka terapi yang diberikan harus sesuai dengan gangguan yang di alami anak autis dan terapinya yang di berikan juga harus berkesinambungan dan membutuhkan waktu lama. Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Ada beberapa jenis program terapi penunjang, diantaranya adalah terapi wicara , terapi okupasi, terapi bermain, terapi medikamentosa, terapi melalui makanan, sensory integration, auditory integration therapy, dan biomedical treatment yang membantu dalam perkembangan anak autis (Ganda Sumekar, 2009 : 284).
Salah satu bentuk terapi alternatif yang digunakan pada saat ini adalah terapi musik karena selain musik dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, musik juga diketahui dapat mempengaruhi proses kognitif. Musik mempunyai pengaruh pada kehidupan manusia, mulai dari bayi sampai dewasa. Oleh karena itu, terapi musik untuk anak autis bertujuan untuk mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan psikomotorik dan fisiomotorik secara optimum (Dr. Retno Sintowati, 2007 : 30)
Tidak dapat disangkal, musik adalah sebuah keajaiban. Terapi musik bisa digunakan sebagai alat bantu untuk memecahkan masalah kebuntuan komunikasi pada anak. Musik merupakan alat ampuh untuk mengembangkan kepekaan suara dan mendongkrak kemampuan bahasa anak. Musik berperan sebagai rangsangan dari luar yang membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia. Musik merupakan sarana yang paling tepat untuk mengekspresikan diri sebebas dan sekreatif mungkin. Hal ini sangat membantu bagi anak-anak autis (Rizem Aziz, 2011 : 127).
Musik adalah sarana penting untuk mengoptimalkan kecerdasan anak. Jadi manfaat musik bagi anak anak antara lain mengoptimalkan perkembangan otak, meningkatkan kecerdasan majemuk, memfasilitasi ikatan emosional orang tua dan anak anak, membangun ketrampilan sosial dan emosional anak, meningkatkan perlatihan terhadap tugas tugas dan kemampuan bicara, mengembangkan kontrol impulsif dan perkembangan motorik, menjembatani kerativitas dan kesenangan (Riwayan Tafanas dalam blogspot, 2012 - 04 -7).
Musik menarik anak-anak dan orang dewasa ke dalam orbitnya, mengajak mereka mengikuti pola titinadanya, menghayati liriknya, bergoyang mengikuti iramanya, dan menggali dimensi-dimensi emosi serta harmoni dalam seluruh keindahan dan kedalamannya. Sementara itu, getar-getar fisiknya, pola-polanya yang tertata, iramanya yang memukau, dan variasi-variasinya yang lamat-lamat berinteraksi dengan otak dan tubuh melalui berbagai cara, dan secara alami mengubah otak sedemikian yang tidak mungkin dihasilkan oleh cara pembelajaran satu dimensi. Anak-anak merasakan kebahagian ketika bergoyang, menari, bertepuk dan bernyanyi bersama seseorang yang mereka percayai dan cintai. Bahkan sementara mereka merasa senang dan terhibur, musik membantu pembentukan perkembangan mental, emosi, serta keterampilan sosial dan fisik mereka, dan memberi mereka kegairahan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk mulai belajar secara mandiri. Aspek yang di lihat dalam perkembangan kreativitas itu sendiri meliputi menggerakkan anggota badan sesuai irama musik, menirukan suara musik, menari, bernyanyi, melompat, bertepuk tangan dan kontak mata (Don Campbell, 2002 :10)
Dalam penelitian ini peneliti memilih terapi musik klasik karya mozart sebagai treatment yang akan membedakan pemberian perlakuan antara kelompok kontrol dan eksperimen terhadap perkembangan kreatifitas anak autis. Musik klasik karya Mozart ini merupakan sumbangan besar bagi sebuah revolusi dalam keheningan yang tengah berlangsung dewasa ini, suatu gerakan yang dapat mengubah sejarah umat manusia sebagaimana teknologi cetak mencetak, elektronika, atau fisika kuantum. Musik klasik karya Mozart mempunyai sifat unik, mampu membangkitkan tanggapan universal yang baru terukur sekarang. Irama, melodi dan frekuensi tinggi pada musik Mozart merangsang dan memberi daya kepada daerah – daerah kreatif dan motivasi dalam otak. Akan tetapi, yang barangkali merupakan rahasia keunggulan musik Mozart adalah kemurnian dan kesederhanaan bunyi yang di munculkan. Mozart tidak mebuat jalinan musik yang serba rumit seperti yang dijumpai pada karya matematikawan jenius terkenal Bach. Ia tidak membangkitkan gelombang emosi yang naik turun dengan tajam seperti karya Beethoven yang sangat dramatis bahkan terkesan menyiksa (Don Campbell, 2002 :17).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar