Selasa, 24 Juli 2012

ASKEP HIPERTENSI

1.    Pengertian
Tekanan darah tinggi atau Hipertensi merupakan tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannnya ( Join National Committee On Detection Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure (JNC), 1997).

2.    Etiologi
Menurut PAPDI, 2001, hipertensi disebabkan oleh :
    Ketidakseimbangan kontrol pengatur dalam tubuh
    Penyakit ginjal
    Penyakit tiroid
    Penggunaan obat-obatan

3.    Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol :
    Umur
Umur diatas 50 tahun terjadi perubahan fungsional dari sistem pembuluh darah perifer terhadap perubahan tekanan darah, seperti : aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, penurunan relaksasi otot-otot polos pembuluh darah, penurunan elastisitas pembuluh darah, penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah, penurunan volume darah sekuncup jantung, peningkatan tahanan perifer, yang kesemuanya akan menimbulkan peningkatan tekanan darah.
    Jenis Kelamin
Di Indonesia, hipertensi lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor emosional. Sedangkan di USA hipertensi lebih banyak pada pria.

    Keturunan
Orang yang orang tuanya menderita tekanan darah tinggi akan beresiko dua kali lipat menderita penyakit yang sama.

    Faktor resiko yang dapat dikontrol
:
    Merokok
 Zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok dapat merusak sel endotel pembuluh darah sehingga terjadi jejas dalam pembuluh darah, yang akan meningkatkan tahanan perifer dan menyebabkan naiknya tekanan darah.
    Makanan
Makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol sangat beresiko tinggi terjadinya aterosklerosis yang merupakan pemicu meningkatnya tekanan darah. Contoh makanan tinggi lemak : jeroan (hati, otak, ginjal), selai, mentega, margarin.
    Psikologis
Stres adalah respon seseorang terhadap sesuatu hal yang menyebabkan stres (stresor) yang melibatkan semua sistem tubuh, termasuk sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluha darah), cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah.
    Aktifitas Fisik Tubuh
Semakin kurang melakukan olahraga maka kecenderungan seseorang untuk menderita tekanan darah tinggi semakin meningkat.
    Faktor Asupan Garam
Orang-orang yang mengkonsumsi makanan tinggi garam cenderung menderita tekanan darah tinggi
    Alkohol
Akan merusak sel endotel pembuluh darah atau dapat juga mengakibatkan peningkatan intake cairan terhadap sodium/natrium sehingga pengurangan filtrasi(penyaringan) ginjal. Natrium akan menahan cairan dan akan meningkatkan tekanan darah.
    Kegemukan (Obesitas)
Umumnya akan berdampak pada hiperinsulinemia sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
    Gaya Hidup
Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji (fastfood) yang beresiko terhadap obesitas dan hipertensi.

4.    Klasifikasi
Menurut WHO :
No    Kategori    Sistolik    Diastolik
1.    Normotensi      140 dan≥     90
2.    Hipertensi Ringan    140 – 180 atau    90 – 150
3.    Sub Group Borderline    140 – 160 atau    90 – 95
4.    Hipertensi sedang dan berat     180 atau     105
5.    Hipertensi sistolik terisolasi     140     90
6.    Sub Group Borderline    140 – 160 dan     90

Menurut JNC, 1997 :
No    Kategori    Sistolik    Diastolik
1.    Optimal     120 dan     80
2.    Normal     130 dan     85
3.    High Normal    130 – 139 atau    85 – 89
4.
    Hipertensi
    Stage I
    Stage II
    Satge III    140 – 149 atau
150 – 179 atau
≥ 180 atau    90 - 99
100 - 109
 110
-    Berlaku untuk semua penderita di atas usia 18 tahun
-    Bayak dipakai di lapangan

5.    Tanda dan Gejala
Kadang-kadang gejala timbul bila telah terjadi komplikasi pada target organ, yaitu mata, ginjal, jantung dan otak. Kebanyakan penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Tetapi beberapa penderita lain mengeluh sakit kepala, pusing, lemah, sesak napas, kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual, muntah epistaksis, kelemahan otot, kaku kuduk, perubahan mental dan insomnia.

6.    Komplikasi
    Kerusakan pembuluh darah
    Stroke
    Pembesaran dan kegagalan jantung
    Retinopati hipertensi
    Gagal ginjal

7.    Penatalaksanaan
Nonfarmakologis :
    Pengaturan makanan/ diit
-    Makanan rendah garam atau mengurangi makanan yang bergaram tinggi seperti ikan asin.
-    Mengurangi makanan dengan kadar kolesterol tinggi seperti: jeroan, hati, jantung, otak serta makanan yang bersantan
    Kendalikan berat badan
    Hindari rokok, alkohol dan stres
    Pemakaian obat-obatan hormonal, kortikosteroid sesuai dosis
    Kendalikan gula darah
    Ubah gaya hidup mengkonsumsi makanan fastfood dan berlemak
    Olahraga yang teratur
    Meningkatkan aktifitas fisik
    Istirahat cukup
    Berdoa, meningkatkan keimanan
Farmakologis :
Obat-obatan seperti:
    diuretik,
    penyekat Beta,
    Kalsium antagonis,
    ACE Inhibitor

8.    Anjuran untuk Perawatan Hipertensi
    Pengawasan terhadap makanan
    Penyiapan menu khusus untuk lansia dengan hipertensi/ penyakit menahun
    Pemenuhan kebutuhan psikologis bagi lansia dengan adanya psikiater dapat menghindari atau mengurangi kemungkinan stress pada penderita hipertensi yang dapat memperparah penyakitnya.
    Peningkatan sarana dan prasarana bagi penderita guna untuk mencegah terjadinya cidera seperti: ruangan/ lantai harus kering/ tidak licin, penerangan yang cukup dan pegangan pada ruangan.



ASUHAN KEPERAWATAN

Data Dasar Pengkajian Klien
    Aktifitas/istirahat
Gejala    : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda    : frekuensi jantung meningkat, napas cepat
    Sirkulasi
Gejala    :riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak
Tanda:    kenaikan tekanan darah
    hipotensi postural
    Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis perbedaan denyut seperti denyut femoralis melambat sebagai respon kompensasi denyutan radialis atau brachilis, denyut popliteal, tibialis posterior, radialis tidak teraba atau lemah.
    Denyut apikal: sangat kuat
    Frekuensi atau irama : takikardi, disrimia
    Bunyi jantung terdengar S2 pada apek, S4 pada gagal jantung dini.
    Mur-mur strenosis valvular.
    Desiran vaskuler terdengar di atas karotis , femoralis atau epigastrium
    Distensi vena jugularis
    Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler yang melambat, kulit pucat, diaforesis, kemerahan.
    Integritas Ego
Gejala:     Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi dan mudah marah
    Stress multipel
Tanda:     Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan yang meledak
    Otot muka tegang, gerakan fisik cepat, sering menghela nafas, peningkatan pola bicara.
    Eliminasi
Gejala:     Gangguan ginjal saat ini atau masa yang lalu  (infeksi atau obstruksi)
    Makanan dan Cairan
Gejala:    Makanan tinggi lemak,makanan tinggi garam, makanan tinggi kalori, makanan tinggi kolesterol.
    Mual, muntah
    Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
    Riwayat penggunaan diuretik.
Tanda:    Berat badan normal atau obesitas
    Adanya edema, kongesti vena,kadar gula darah tinggi di urin
    Neurosensori
Gejala:     keluhan pening dan pusing
    Berdenyut, sakit kepala saat bangun pagi dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam.
    Adanya perasaan kebas dan lemah pada satu sisi tubuh.
    Gangguan penglihatan (melihat dua bayangan atau kabur)
    Hidung berdarah
    Nyeri/ketidaknyamanan
    Gejala:    Nyeri pada dada
Nyeri hilang timbul pada tungkai.
Sakit kepala yang berpusat di kening
Nyeri pada perut   
    Pernafasan
Gejala:    Susah bernafas yang berkaitan dengan aktifitas
        Sesak nafas terutama dalam perubahan posisi
        Batuk dengan atau tanpa dahak.
        Riwayat merokok
Tanda:    Otot pernafasan bergerak
        Adanya bunyi nafas tambahan (krekels/Mengi)
        Sianosis (membiru)   
    Keamanan
Gejala/keluhan:   gangguan koordinasi/cara berjalan
    Hipotensi postural/ tekanan darah rendah saat perubahan posisi

Prioritas Keperawatan
1.    Mempertahankan atau meningkatkan fungsi kardiovaskuler
2.    Mencegah komplikasi
3.    Memberikan informasi tentang proses dan program pengobatan
4.    Mendukung kontrol aktif klien terhadap kondisi

Tujuan Perawatan
1.    Tekanan darah dengan batas yang dapat diterima untuk individu
2.    Komplikasi kardiovaskuler dan sistemik di cegah dan di minimalkan
3.    Proses penyakit dan regimen terapi di pahami
4.    Perubahan yang di perlukan dalam gaya hidup



Jumat, 25 Mei 2012

ASKEP HEMOFILIA

HEMOFILIA

A.    Definisi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).

B.    Etiologi
Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
C.    Pathofisiologi
Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked dari pihak ibu.
Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin  pada tempat pembuluh cidera.
Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %.
Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.
Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor VIII dan IX.
Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringan.
Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha.
Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah, gastrak nemius, & iliopsoas.
D.    Manifestasi Klinis
1.    Masa Bayi (untuk diagnosis)
a.    Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b.    Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
c.    Hematoma besar setelah infeksi
d.    Perdarahan dari mukosa oral.
e.    Perdarahan Jaringan Lunak
2.    Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a.    Gejala awal     : nyeri
b.    Setelah nyeri     : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas)
3.    Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.
E.    Komplikasi
1.    Artropati progresif, melumpuhkan
2.    Kontrakfur otot
3.    Paralisis
4.    Perdarahan intra kranial
5.    Hipertensi
6.    Kerusakan ginjal
7.    Splenomegali
8.    Hepatitis
9.    AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi.
10.    Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII dan IX
11.    Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
12.    Anemia hemolitik
13.    Trombosis atau tromboembolism
F.    Uji Laboratorium dan Diagnostik
1.    Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)
a.    Jumlah trombosit (normal)
b.    Masa protrombin (normal)
c.    Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
d.    Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler)
e.    Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnostik)
f.    Masa pembekuan trompin
2.    Biapsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
3.    Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin)
G.    Pengkajian Keperawatan
1.    Pengkajian sistem neurologik
a.    Pemeriksaan kepala
b.    Reaksi pupil
c.    Tingkat kesadaran
d.    Reflek tendo
e.    Fungsi sensoris
2.    Hematologi
a.    Tampilan umum
b.    Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena)
c.    Abdomen (pembesaran hati, limpa)
3.    Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri
4.    Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat perdarahan dan meluasnya kerusakan sensoris, saraf dan motoris.
5.    Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan diri (misal : menyikat gigi)
6.    Kaji tingkat perkembangan anak
7.    Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan kemampuan menatalaksanakan program pengobatan di rumah.
8.    Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, Rr).

H.    Diagnosa Keperawatan
1.    Risiko injuri b.d perdarahan
2.    Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi
3.    Risiko kerusakan mobilitas fisik b.d efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.
4.    Perubahan proses keluarga b.d anak menderita penyakit serius


I.    Intervensi Keperawatan
DP I
Tujuan    : Menurunkan risiko injuri
Intervensi     :
1.    Ciptakan lingkungan yang aman dan memungkinkan proses pengawasan
2.    Beri dorongan intelektual / aktivitas kreatif
3.    Dorong OR yang tidak kontak (renang) dan gunakan alat pelindung : helm
4.    Dorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat diterima dan aman
5.    Ajarkan metode perawatan / kebersihan gigi.
6.    Dorong remaja untuk menggunakan shaver hindari ROM pasif setelah episode perdarahan akut.
7.    Beri nasehat pasien untuk mengenakan identitas medis.
8.    Beri nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin, bisa disarankan menggunakan Asetaminofen.

DP I   
Tujuan    : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan
Intervensi    :
1.    Sediakan dan atur konsentrat faktor VIII + DDAVP sesuai kebutuhan.
2.    Berikan pendidikan kesehatan untuk pengurusan penggantian faktor darah di rumah.
3.    Lakukan tindakan suportif untuk menghentikan perdarahan
•    Beri tindakan pada area perdarahan 10 – 15 menit.
•    Mobilisasi dan elevasi area hingga diatas ketinggian jantung.
•    Gunakan kompres dingin untuk vasokonstriksi.

DP II
Tujuan    : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala nyeri yang dapat diterima anak.

Intervensi    :
1.    Tanyakan pada klien tengtang nyeri yang diderita.
2.    Kaji skala nyeri.
3.    Evaluasi perubahan perilaku dan psikologi anak.
4.    Rencanakan dan awasi penggunaan analgetik.
5.    Jika injeksi akan dilakukan, hindari pernyataan “saya akan memberi kamu injeksi untuk nyeri”.
6.    Hindari pernyataan seperti “obat ini cukup untuk orang nyeri”.
7.    “Sekarang kamu tidak membutuhkan lebih banyak obat nyeri lagi”.
8.    Hindari penggunaan placebo saat pengkajian/ penatalaksanaan nyeri.

DP III
Tujuan    : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
Intervensi    :
1.    Elevasi dan immobilisasikan sendi selama episode perdarahan.
2.    Latihan pasif sendi dan otot.
3.    Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan.
4.    Konsultasikandengan perawat kesehatan masyarakat dan terapi fisik untuk supervisi ke rumah.
5.    Kaji kebutuhan untuk manajemen nyeri.
6.    Diskusikan diet yang sesuai.
7.    Support untuk ke ortopedik dalm rehabilitasi sendi.

DP IV
Tujuan    : Klien dapat menerima support adekuat.
Intervensi    :
1.    Rujuk pada konseling genetik untuk identifikasi kerier hemofilia dan beberapa kemungkinan yang lain.
2.    Rujuk kepada agen atau organisasi bagi penderita hemofilia.


DAFTAR PUSTAKA

1.    Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong, EGC, Jakarta.

2.    Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Infomedika, Jakarta.

3.    Sodeman, 1995, Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, Editor, Joko Suyono, Hipocrates, Jakarta.

4.    Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

Kamis, 24 Mei 2012

AUTISME

1.    Defenisi
Kata autis berasal dari bahasa yunani “ auto” berarti sendiri, yang ditujukan pada seorang yang menunjukkan gejala “ hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya penderita autisme mengacuhkan suara, penglihatan, maupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi, biasanya reaksi ini tidak sesuai denngan situasi, atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial. Pemakaian istilah autisme kepada penderita di perkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner seorang pskiater dari Hervard (Kanner, Autistic Disturbance of Affective Contak) pada tahun 1943, berdasarkan pengamatan terhadap 11 penderita yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, prilaku yang tidak biasa, dan cara berkomunikasi yang aneh (Huzaemah, 2010 : 1)
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, prilaku, komunikasi, dan interaksi sosial ( Dr Retno Sintowati, 2007 : 1 ).
2.    Penyebab autisme
Penyebab autis belum diketahui secara pasti, beberapa ahli menyebutkan penyebab autis bersifat multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autis disebabkan oleh gangguan psikiatri. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkombinasi zat – zat beracun dan mengakibatkan kerusakan pada usus besar. Kerusakan ini mengakibatkan timbulnya masalah dalam tingkah laku dan fisik ( Dr. Retno Sintowati, 2007 : 7 ).
Oleh karena itu penyebab autis, hingga kini penelitian mengenai penyebab autisme masih terus berjalan dan berkembang. Berikut beberapa hasil penelitian dari para ahli mengenai penyebab autisme.
a.    Faktor psikososial
b.    Faktor genetik
c.    Kelainan otak
d.    Kelainan neuro transmiter
e.    Kelainan peptida di otak
f.    Kondisi lingkungan
3.    Gejala autisme
Gejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Gejala yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya usia 3-4 bulan. Apabila ibu merangsang bayinya dengan mengerincingkan mainan dan mengajak berbicara maka bayi tersebut akan berespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan. Tabel berikut ini menjelaskan indikator perkembangan normal pada masa bayi ( Dr. Retno Sintowat, 2007 : 2 ).

Tabel 1 : indikator perkembangan bayi normal
Usia     Kemampuan dan proses pikir    Komunikasi    Gerakana
3 bulan    •    Merespon terhadap suara baru
•    Mengikuti benda dengan mata
•    Melihat objek dan orang    •    Berceloteh/ bersuara
•    Tersenyum pada suara ibu    •    Mengangkat kaki dan tangan
•    Melihat pergerakan tangan sendiri
3-6 bulan    •    Mengenal ibu
•    Menggapai objek    •    Memalingkan kepala pada suara
•    Mulai meraba
•    Meniru suara
•    Menangis dengan suara berbeda    •    Mengangkat kepala
•    Menggerakkan benda saat bermain
Tabel 1 : indikator perkembangan bayi normal
Usia    Kemampuan dan proses pikir    Komunikasi    Gerakan
6-9 bulan    •    Meniru gerakan sederhana
•    Merespon jika dipanggil namanya    •    Membuat kata-kata berulang yang tidak bermakna
•    Menggunakan suara untuk menarik perhatian    •    Merangkak
•    Berdiri berpegangan meja
•    Bertepuk tangan
•    Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lain
9-12 bulan    •    Bermain permainan sederhana
•    Bergerak menuju benda yang diminati
•    Melihat gambar pada buku    •    Melambaikan tangan untuk dada
•    Berhenti ketika dikatakan tidak
•    Meniru kata- kata baru    •    Berjalan sambil berpegang
•    Menyatakan keinginan terhadap benda tertentu
•    Mencoret dengan pensil warna
12-18 bulan    •    Meniru suara
•    Menunjuk pada benda yang diinginkan    •    Menggelengkan kepala menyatakan tidak
•    Meniru kata baru mengikuti intruksi sederhana    •    Berjalan sendiri
•    Naik turun tangga

Secara umum, gejala autis sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun, bahkan ketika masih bayi. Gejala tersebut antara lain disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2 gejala bayi autis

Hal     Tanda – tanda bayi autis
Komunikasi    •    Tidak ada kontak mata
•    Seperti tuli
•    Pada awalnya bahasa berkembang lalu mendadak berhenti
Hubungan sosial     •    Tidak peduli terhadap orang yang datang maupun yang pergi
•    Melakukan serangan fisik tanpa sebab yang jelas
•    Sulit diajak kontak
Kemampuan dalam berinterasi terhadap lingkungan    •    Selalu terpaku terhadap satu aktifitas
•    Melakukan gerakan aneh seperti menggoyangkan benda berulang- ulang
•    Seperti tidak sensitif terhadap nyeri

Apabila anak autis tidak segera diterapi, setelah 3 tahun perkembanganya menjadi berhenti bahkan mengalami kemunduran seperti tidak mengenal suara orang tuanya dan tidak mengenal namanya. Anak autis umumnya mengalami beberapa gangguan seperti berikut ( Dr. Retno Sintowati, 2007 : 4-7 )
a.    Gangguan dalam komuniksi verbal maupun non verbal
b.    Gangguan perasaan dan emosi
c.    Gangguan dalam berinteraksi
d.    Gangguan dalam bermain
e.    Gangguan dalam prilaku
f.    Gangguan dalam persepsi sensori

4.    Gangguan Perkembangan anak autis
Anak autis tidak mengikuti pola perkembangan anak pada umunya. Anak autis mempunyai masalah dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensori, pola bermain, perilaku, dan emosi (Ganda Sumekar , 2009 : 279).
a.    Komunikasi
1)    Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
2)    Anak tanpak sedikit tuli, sulit berbicara, atau pernah berbiara kemudian sirna
3)    Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya
4)    Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
5)    Biara tidak dipakai untuk alat komunikasi
6)    Senang meniru
7)    Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata tanpa mengerti artinya
8)    Sebagian dari anak ini tidak berbicara atau sedikit berbicara sampai usia dewasa
9)    Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan.
b.    Interaksi sosial
1)    Penyandang autis lebih suka menyendiri
2)    Sedikit kontak mata, bahkan tidak ada sama sekali
3)    Tidak tertarik untuk bermain bersama
4)    Bila di ajak bermain, anak ini tidak mau bahkan menjauh
c.    Gangguan sensori
1)    Sangat sensitif terhadap sentuhan, sperti tidak suka dipeluk
2)    Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
3)    Senang menium-cium dan menjilat-jilat mainan
4)    Tidak sensitif terhadap rasa sakit atau rasa takut
d.    Pola bermain
1)    Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2)    Tidak suka bermain dengan anak sebayanya
3)    Tidak kreatif, dan tidak imajinatif
4)    Tidak bermain sesuai fungsi mainannya
5)    Senang bermain denga benda-benda yang berputar
6)    Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentuyang dipegang terus dan dibawa kemana-mana
e.    Perilaku
1)    Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif)
2)    Memperlihatkan perilaku stimulasi dini seperti melakukan gerakan yang berulang-ulang
3)    Tidak suka pada perubahan
4)    Dudul bingung dengan tatapan kosong
f.    Emosi
1)    Sering marah tanpa alasan yang jelas, tertawa dan menangis tanpa alasan
2)    Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya
3)    Kadang suka menyerang dan merusak
4)    Kadang berperilaku menyakiti diri sendiri
5)    Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
5.    Beberapa tipe penanganan autis
Terapi autisme merupakan penatalaksanaan anak autis yang dilakukan secara terstruktur dan berkesinambungan. Terapi ini bertujuan mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar serta meningkatkan perkembangan anak agar sesuai atau mendekati seusianya. Dibawah ini ada beberapa bentuk terapi yang bisa di lakukan untuk penanganan anak autis dalam membantu perkembangannya.
a.    Applied Behavior Analysis (ABA)
Teknik ABA memandang tingkah laku sebagai suatu yang dipelajari dan berdasarkan pada rangkaian ABC yaitu Antecendent-Behavior-Consequence. Terapis bertugas memberikan Antecendent yang tepat (stimulus untuk mendorong anak bertingkah laku tertentu, yaitu intruksi) dan concequence ( konsekuensi sesuai tingkah laku anak, yaitu berupa penguatan atau hukuman). Untuk membantu anak belajar keterampilan secara cepat, terapis memberikan bantuan secara fisik maupun verbal yang secara bertahap akan dikurangi sampai anak benar-benar mandiri.
a.    Penanganan biomedis
Penelitian yang dilakukan oleh Paul Shattock menunjukkan bahwa gangguan pencernaan merupakan salah satu faktor prnyebab munculnya gejala autisme. Shattock mengembangkan intervensi biomedis.
b.    Penanganan integrasi sensorik
Banyak anak autis mengalami gangguan dalam proses stimulus sensorik sehingga kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan dan beradaptasi dengan lingkungan.
c.    Terapi wicara
Secara umum terapi wicara ditujukan untuk membantu anak mengucapkan kata-kata dan akhirnya berbicara dengan benar (Adriana S. Ginanjar, 2008 : 32-35).

d.    Terapi sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi induvidu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi. Banyak anak ini membutuhkan pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain.
e.    Terapi bermain
Seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi, dan interaksi sosial.
f.    Terapi perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan, artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya.Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku ABA yang lebih mengajarkan keterampilan yang lebih spesifik.
g.    Terapi visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual Learners). Hal ini yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar.
h.    Terapi okupasi
Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-gerik kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar (Putro Agus Harwono, autisspeak.org, 2012).
i.    Terapi musik
Terapi musik untuk anak autis bertujuan untuk mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan psikomotorik dan fisiomotorik secara optimum. Musik yang digunakan untuk terapi hatus memperhatikan karakteristik anak (Dr. Retno Sintowati, 2007 : 30).



DAFTAR PUSTAKA
Sumekar, Ganda, 2009 Anak Berkebutuhan Khusus. UNP, Padang : 325 halaman.
Huzaemah, 2010 Kenali Autisme Sejak Dini. Pustaka Populer Obor, Jakarta : 55 halaman.
Ginanjar, Adriana S, 2008 Panduan Praktis Mendidik Anak Autis ; Menjadi Orang Tua Istimewa. Dian Rakyat, Jakarta : 132 halaman.
Harnowo, Putro Agus, 2010 Terapi Autisme. Di akses dari http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme
Aiziz, Rizem, 2011 Sehat dan Cerdas dengan Terapi Musik. Laksana, jogjakarta : 210 halaman.

Angka Kejadian Autis 2011

A.    Latar belakang
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos = diri dan isme = paham, aliran. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri (Leo Kanner, Handojo 2003 dalam Ganda Sumekar, 2009 : 276). Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan secara komplek yang meliputi gangguan bahasa, komunikasi, prilaku, dan interaksi sosial. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial.
Gejala autis timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala gangguan perkembangn ini sudah terlihat sejak lahir. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain. Sampai saat ini  faktor penyebab belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis bersifat multifaktorial (Dr. Retno Sintowati,  2007 : 7)
Pada anak autis terjadi gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi misalnya perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada. Gangguan interaksi sosial seperti anak autis lebih suka menyendiri, pada gangguan sensori anak autis sangat sensitif terhadap sentuhan. Dalam pola bermain kurang kreatif. Perilaku anak autis dapat berlebihan ( hiper aktif ), anak autis juga terganggu dalam hal emosi seperti marah – marah tanpa alasan (Ganda Sumekara, 2009 : 279).
Menurut data dari Unesco pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang penyandang autisme di seluruh dunia. Rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia telah mengidap autisme (Citydirectory, 2011: 14 - 4). Di Amerika Serikat, autisme dimiliki oleh 11 dari 1000 orang. Di Kanada dan Jepang, pertambahan ini mencapai 40% sejak tahun 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per hari. Kepustakaan lain menyebutkan secara umum 10 -20 kasus autis diantara 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1.000 anak di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisme (Huzaemah, 2010 : 3).
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa, kota, berpendidikan, maupun tidak, serta semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Sedangkan di Indonesia yang jumlah penduduk berkisar 340 juta jiwa pada tahun 2011, perbandingannya 8 dari setiap 1000 orang. Angka ini terhitung cukup tinggi mengingat pada tahun 1989, hanya 2 orang yang diketahui mengidap autisme (Citydirectory, 2011: 14 - 4).
Di Sumatera Barat sendiri sampai saat ini belum ada data resmi tentang penderita autisme, dikarenakan kehadiran anak autis tidak menetap tiap smester. Dari hasil survei awal di salah satu sekolah luar biasa di kota Padang Panjang pada tanggal 7 Mei 2012 kepala sekolah ibu Selvia Armaida mengatakan bahwa tidak ada data statistik untuk jumlah penyandang autis di Sumatra Barat di karenakan pihak sekolah kesulitan memberikan data jumlah anak autis tersebut karena kehadiran penyandang autis tidak selalu hadir setiap semester. Di padang panjang sendiri terdapat 60 penyandang autis yang terdaftar di sekolah atau yang aktif. Tapi dari hasil dari penelusuran jumlah penyandang autis di sekolah luar biasa di wibesite dari 8 sekolah yang menangani masalah autisme pada anak terdapat jumlah penderita autisme yang ditangani di sekolah tersebut berjumlah 374 orang. Jumlah tersebut belum termasuk penyandang autis yang belum diketahui oleh dinas pendidikan (edu-doc.padang pariaman, 2011 - 12).
Survei awal di Kota solok sendiri terdapat 244 anak penyandang autis, 144 di antaranya yang konsultasi dan selebihnya tidak tercatat. Di Kota Solok sendiri terdapat 2 Yayasan pelatihan anak autis yakninya Yayasan Pelatihan Penyandang Autis (YPPA) dan sekolah autis BIMA Solok. Pada observasi awal dilakukan di YPPA Solok tanggal 27 November di YPPA Kota Solok tercatat 59 orang anak penyandang autis. 52 di antaranya yang aktif sampai saat ini. 20 orang telah dieksklusikan ke sekolah reguler. Di YPPA ini sendiri terdapat 13 guru pengajar dan 1 guru musik. Menurut kepala sekolah YPPA sendiri ibu Indrawati, Spd bahwa 80 % anak disini keterbelakangan mental. Terapi yang di terapkan pada saat ini di YPPA Kota Solok ini berupa terapi okupasi, terapi wicara, terapi bermain dan terapi musik (Kepsek Indrawati Spd,  2011).
Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara untuk menyembuhkan  autisme. Para orang tua harus hati-hati dalam memilih metode atau cara untuk menyembuhkan autisme jangan sampai terkecoh dengan iming-iming yang dijanjikan oleh orang yang menyediakan iklan yang menjanjikan untuk penyembuhan autis (Putro Agus Harnowo dalam detik Health, 2011).
Oleh karena gangguan yang di alami anak autis begitu luas, yaitu mencakup komunikasi verbal maupun non verbal serta tergangunya dalam interaksi sosial dan kontrol emosi maka terapi yang diberikan harus sesuai dengan gangguan yang di alami anak autis dan terapinya yang di berikan juga harus berkesinambungan dan membutuhkan waktu lama. Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Ada beberapa jenis program terapi penunjang, diantaranya adalah terapi wicara , terapi okupasi, terapi bermain, terapi medikamentosa, terapi melalui makanan, sensory integration, auditory integration therapy, dan biomedical treatment yang membantu dalam perkembangan anak autis (Ganda Sumekar, 2009 : 284).
Salah satu bentuk terapi alternatif yang digunakan pada saat ini adalah terapi musik karena selain musik dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, musik juga diketahui dapat mempengaruhi proses kognitif. Musik mempunyai pengaruh pada kehidupan manusia, mulai dari bayi sampai dewasa. Oleh karena itu, terapi musik untuk anak autis bertujuan untuk mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan psikomotorik dan fisiomotorik secara optimum (Dr. Retno Sintowati, 2007 : 30)
Tidak dapat disangkal, musik adalah sebuah keajaiban. Terapi musik bisa digunakan sebagai alat bantu untuk memecahkan masalah kebuntuan komunikasi pada anak. Musik merupakan alat ampuh untuk mengembangkan kepekaan suara dan mendongkrak kemampuan bahasa anak. Musik berperan sebagai rangsangan dari luar yang membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia. Musik merupakan sarana yang paling tepat untuk mengekspresikan diri sebebas dan sekreatif mungkin. Hal ini sangat membantu bagi anak-anak autis (Rizem Aziz, 2011 : 127).
Musik adalah sarana penting untuk mengoptimalkan kecerdasan anak. Jadi manfaat musik bagi anak anak antara lain mengoptimalkan perkembangan otak, meningkatkan kecerdasan majemuk, memfasilitasi ikatan emosional orang tua dan anak anak, membangun ketrampilan sosial dan emosional anak, meningkatkan perlatihan terhadap tugas tugas dan kemampuan bicara, mengembangkan kontrol impulsif dan perkembangan motorik, menjembatani kerativitas dan kesenangan (Riwayan Tafanas dalam blogspot, 2012 - 04 -7).
Musik menarik anak-anak dan orang dewasa ke dalam orbitnya, mengajak mereka mengikuti pola titinadanya, menghayati liriknya, bergoyang mengikuti iramanya, dan menggali dimensi-dimensi emosi serta harmoni dalam seluruh keindahan dan kedalamannya. Sementara itu, getar-getar fisiknya, pola-polanya yang tertata, iramanya yang memukau, dan variasi-variasinya yang lamat-lamat berinteraksi dengan otak dan tubuh melalui berbagai cara, dan secara alami mengubah otak sedemikian yang tidak mungkin dihasilkan oleh cara pembelajaran satu dimensi. Anak-anak merasakan kebahagian ketika bergoyang, menari, bertepuk dan bernyanyi bersama seseorang yang mereka percayai dan cintai. Bahkan sementara mereka merasa senang dan terhibur, musik membantu pembentukan perkembangan mental, emosi, serta keterampilan sosial dan fisik mereka, dan memberi mereka kegairahan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk mulai belajar secara mandiri. Aspek yang di lihat dalam perkembangan kreativitas itu sendiri meliputi menggerakkan anggota badan sesuai irama musik, menirukan suara musik, menari, bernyanyi, melompat, bertepuk tangan dan kontak mata (Don Campbell, 2002 :10)
Dalam penelitian ini peneliti memilih terapi musik klasik karya mozart sebagai treatment yang akan membedakan pemberian perlakuan antara kelompok kontrol dan eksperimen terhadap perkembangan kreatifitas anak autis. Musik klasik karya Mozart ini merupakan sumbangan besar bagi sebuah revolusi dalam keheningan yang tengah berlangsung dewasa ini, suatu gerakan yang dapat mengubah sejarah umat manusia sebagaimana teknologi cetak mencetak, elektronika, atau fisika kuantum. Musik klasik karya Mozart mempunyai sifat unik, mampu membangkitkan tanggapan universal yang baru terukur sekarang. Irama, melodi dan frekuensi tinggi pada musik Mozart merangsang dan memberi daya kepada daerah – daerah kreatif dan motivasi dalam otak. Akan tetapi, yang barangkali merupakan rahasia keunggulan musik Mozart adalah kemurnian dan kesederhanaan bunyi yang di munculkan. Mozart tidak mebuat jalinan musik yang serba rumit seperti yang dijumpai pada karya matematikawan jenius terkenal Bach. Ia tidak membangkitkan gelombang emosi yang naik turun dengan tajam seperti karya Beethoven yang sangat dramatis bahkan terkesan menyiksa (Don Campbell, 2002 :17).

modul terapi musik

MODUL
PELAKSANAAN TERAPI MUSIK KLASIK

Tujuan Umum :
    Setelah membaca modul ini diharapkan guru, terapis dan para orang tua  mampu  melaksanakan terapi musik klasik untuk meningkatkan kreativitas anak autis
Tujuan Khusus :
    Setelah membaca modul ini diharapkan guru dan para terapis mampu mengetahui :
1.    Pengertian terapi musik klasik
2.    Langkah-langkah dalam pelaksanaan terapi musik
3.    Panduan pelaksanaan  terapi musik
4.    Prosedur terapi musik
5.    Manfaat terapi musik
Waktu Pelaksanaan Terapi musik :
Anak dengan autis diberikan terapi musik sesuai kebutuhan dan karekteristik anak tersebut, dengan frekuensi 1 x sehari dengan durasi 30 menit sampai dengan 1 jam.

TERAPI MUSIK KLASIK
1.    Pengertian Terapi Musik Klasik :
Terapi musik merupakan sebuah aplikasi unik dari musik yang menciptakan perubahan yang positif dalam perilaku yang dipakai oleh guru dan terapis sebagai peralatan untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, kesehatan emosi, kemampuan non verbal, kreativitas dan rasa alamiah dari musik menjadi fasilitator untuk hubungan, ekpresi diri dan pertumbuhan.
Terapi musik klasik merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk menolong dan membantu dalam konteks masalah fisik dan mental dengan keindahan intelektual yang tinggi yang lahir dari budaya Eropa.
2.    Langkah-langkah dalam pelaksanaan terapi musik :
a.    Asessmen
Dalam asessmen terapis melakukan observasi latar belakang, keadaan anak autis saat ini, keterbatasan anak autis yang dialami saat ini, serta potensi anak autis yang masih dapat dikembangkan.
Aspek yang dilihat dalam asessmen yaitu :
1)    Kognitif
2)    Sosial
3)    Fisik
4)    Emosional
5)    Komunikasi
Setelah melakukan asessmen terapin harus sudah dapat menentukan siapa anak yang menjadi terget sasaran perlakuan serta para guru dan terapis harus membina hubungan yang baik.
b.    Rencana perlakuan
Rencana perlakuan diberikan berdasarkan hasil asessmen yang dilakukan. Terapi musik harus diberikan sesuai dengan karekterisitik anak autis tersebut. Jika anak autis tersebut terhambat dalam bidang kreativitasnya maka terapi musik yang diberikan haruslah bersifat untuk memperbaiki kreativitas anak autis tersebut.
Durasi waktu pemberian dan materi terapi harus direncanakan. Jika sasaran atau objek telah mengalami perubahan maka terapi dihentikan jika tidak maka terapi tetap dilanjutkan dan perlu dilakukan pengembangan dalam melaksanakan tindakan.
Ada tiga macam strategi yang digunakan oleh guru dan terapis dalam melaksanakan kegiatan terapi musik sesuai kebutuhan anak yaitu :
1)    Musik sebagai penguat
2)    Musik sebagai ganjaran
3)    Manfaat bagi non musik
c.    Pencatatan
Semua kejadian mulai dari perencanaan sampai akhir kegiatan harus dicatat. Jika ada perubahan baik bentuk perkembangan atau penurunan setelah diberikan terapi musik maka harus dicatat.
d.    Evaluasi dan terminasi perlakuan
Guru dan para terapis menyiapkan kesimpulan akhir dari proses perlakuak dan membuat rekomendasi untuk tindak lanjuti.
3.    Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan terapi musik :
Pelaksanaan terapi musik klasik pada anak autis perlu memperhatikan beberapa hal yaitu :
a.    Kondisi anak autis
b.    Bahasa yang digunakan
c.    Tenaga guru
d.    Tempat dan latihan
e.    Strategi pendekatan
4.    Prosedur terapi musik
a.    Para guru dan terapi memilih tempat yang tenang dan bebas dari gangguan.
b.    Sebelum memulai pemberian musik klasik, perdengarkan berbagai jenis musik lainya terlebuh dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui respon dari tubuh anak.
c.    Anjurkan anak duduk bersila dilantai dan ambil nafas dalam.
d.    Musik mulai diperdengarkan pada anak. Saat musik dimainkan anjurkan anak membayangkan bahwa pemainnya ada diruangan ini memainkan musik khusus untuk anak. Biarkan suara musik mengalir keseluruh tubuh anak bukan hanya dirasakan secara fisik tapi juga difokuskan dalam jiwa.
e.    Saat guru dan para terapis melakukan terapi musik, anak akan mengetahui bagaimana tubuh anak merespon pada musik yang diberikan.
f.    Berikan terapi musik dalam waktu selama 30 menit sampai 1 jam setiap hari. Jika tidak memiliki cukup waktu berikan selama 10 menit.
5.    Manfaat terapi musik  :
a.    Meningkatkan kreatifitas
b.    Mengurangi kecemasan dan strees
c.    Meningkatkan intelegensi
d.    Mengubah mood menjadi lebih positif
e.    Meningkatkan kosentrasi
f.    Bikin rileks
g.    Mengatasi autis pada anak
h.    Membuat emosi menjadi lebih positif
i.    Meningkatkan kemampuan bahasa